Media Turisme Indonesia. Sungguh tak terbayangkan bagaimana rasanya memelihara rambut seperti gadis salah satu suku di Afrika ini. Mode rambut yang dipilin menjadi untaian-untaian yang dilapisi dengan semacam perekat membuat rambut nampak menjadi mode tersendiri. Dan sudah tentu untuk membersihkan ataupun berkeramas sangat niscaya ditengah kehidupan lingkungan alam mereka yang jauh dari kelebihan air selain saat musim hujan. Warna perekat rambut nyaris sama dengan warna kulit yang coklat legam. Kulit yang telah terbiasa disiram dengan teriknya matahari daratan Afrika, menjadi pelindung utama karena tubuh mereka tidak terbiasa dilindungi oleh pakaian sebagaimana wanita-wanita modern. Perawatan rambut seperti gadis-gadis pedalaman di jantung Afrika seperti itu merupakan adaptasi dari lingkungan yang jauh dari kelimpahan air. Apalagi jenis rambut mereka yang lebat, berkeriting lembut, tidak seperti jenis rambut orang-orang yang berasal dari belahan bumi bagian utara yang kebanyakan lurus dan mudah disisir. Dan tentunya kita tidak bisa membandingkan dengan rambut yang memang sengaja dibiarkan tidak terurus, seperti yang terjadi di sebuah wilayah di Indonesia, tepatnya di daerah pegunungan Dieng, di kawasan Kawah Dieng atau Dieng Plateu. Ada sebagian masyarakat yang sengaja membiarkan rambut mereka tidak terurus, tidak pernah dikeramas alias menjadi rambut gimbal. Rambut yang membentuk gumpalan-gumpalan akibat keringat dan kotoran rambut yang membuat helaian rambut menjadi lekat. Kondisi tersebut sengaja merupakan bagian dari budaya atau kepercayaan masyarakat setempat atas segala sesuatu yang diyakini bisa membawa keselamatan.